TEOLOGI HIKMAT BERDASARKAN KITAB PENGKHOTBAH
BY YAMINUS YIKWA
Kitab Pengkhotbah merupakan salah satu kitab hikmat yang berbeda dengan kitab-kitab yang lainnya. Permasalahan yang timbul disini adalah natur yang luas dan komperhensip dari kitab hikmat tidak memungkinkan untuk memaparkan teologinya secara tuntas dalam ruang yang amat terbatas ini. Karena itu untuk memahami teologi hikmat dalam kitab ini penulis akan menguraikannya dengan cara yang diusulkan oleh C. Hassel Bullok, ia mengemukakan bahwa “Teologi yang alkitabiah harus menjelaskan makna naskah tersebut bagi para pendengarnya (pembacanya) pada zaman kuno dan apa maknanya bagi kita pada masa kini, maka untuk selanjutnya kita akan memusatkan perhatian kita pada dua masalah itu” Hal ini dilakukan untuk mendapatkan konteks teologis kitab hikmat pada masa lalu dan kemudian apa yang diartikan oleh teologi kitab hikmat pada masa kini. Maka kedua pertanyaan ini akan dibahas bersama-sama dalam menguraikan teologi hikmat dalam penulisan makalah ini. Beranjak dari kebenaran firman Tuhan yang luas dan dalam ini maka penulis tertarik untuk menguraikan teologi hikmat menurut kitab Pengkhotbah dan penerapannya bagi kehidupan masa kini.
“Sifat hikmat yang memiliki orientasi praktis. Dalam sifat ini, hikmat pada umumnya diarahkan untuk menjawab tantangan dan persoalan kehidupan secara pragmatis. Meliputi tata krama, hubungan sosial, hubungan kekeluargaan, penguasaan diri, etos kerja, dan sebagainya. Kedua, sifat hikmat yang menjelaskan ketergantungan kepada Tuhan. Tema sentral dari hikmat adalah membawa pembacanya memiliki ketergantungan kepada Allah secara mutlak. Dengan demikian, hikmat orang ibrani memiliki sifat religius melampauhi kesusasteraan Timur Dekat kuno yang lebih pada unsur sekuler.”[1]
Beranjak dari uraian latar belakang masalah di atas maka, pada penulisan makalah ini, penulis akan mengkaji teologi hikmat yang terkandung di dalam Kitab Pengkhotbah, adapun judul penulisan makalah ialah: Teologi Hikmat Berdasarkan Kitab Pengkhotbah dan penerapannya bagi masa kini.
Pokok Masalah
Sesuai dengan penjelasan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
Pertama, apa pengertian Hikmat menurut Kitab Pengkhotbah?
Kedua, bagaimana deskripsi teologi hikmat menurut Kitab Pengkhotbah?
Ketiga, apa penerapan teologi hikmat bagi kehidupan masa kini?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
Pertama, untuk mengetahui pengertian hikmat menurut Kitab Pengkhotbah
Kedua, untuk mengkaji teologi hikmat yang terkandung di dalam Kitab Pengkhotbah
Ketiga, untuk menguraikan penerapan teologi hikmat bagi kehidupan masa kini
PEMBAHASAN
“Kata hikmat dalam bahasa Ibrani biasanya digunakan istilah Hokma yang berarti kemampuan intelektual. Hikmat itu dilukiskan sebagai kecemerlangan terang Allah yang kekal.”[2] “Hikmat adalah pengertian praktis mengenai bagaimana menjalani kehidupan dan terus maju, bagaimana menjadi orang yang baik sekaligus berhasil. Pada waktu-waktu tertentu dalam sejarah israel, kata chokmah mulai digunakan sebagai suatu gambaran puitis, sebagai suatu personifikasi simbolis.”[3] Hikmat menawarkan suatu dasar bagi iman, etika dan tindakan. “Karena menurut pandangan kita teologi yang alkitabiah harus menjelaskan makna naskah tersebut bagi para pendengarnya (pembacanya) pada zaman kuno dan apa maknanya bagi kita pada masa kini”.[4]
“Desmond melengkapinya dengan membagi tiga kelompok hikmat bangsa Ibrani menurut kegunaannya. Pertama, Perceiving Wisdom. Hikmat ini berguna untuk memahami dunia dimana manusia hidup dan beraktifitas. Kedua, Action-related Wisdom. Hikmat jenis ini berguna untuk melakukan segala sesuatu berdasarkan persepsi yang benar, menyangkut perilaku yang benar dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, Communicating Wisdom. Hikmat yang digunakan untuk belajar-mengajar, menasihati dan mengevaluasi tindakan orang lain (Alexander, Rosner, Carson, & Goldsworthy, 2000, p. 843).”[5]
Tujuan utama karya sastra hikmat orang Ibrani adalah ajaran untuk hidup berhasil dan perenungan tentang eksistensi manusia (Douglas, 2005, p. 393; Fox, 2007). Perenungan ini dapat mencakup peran manusia di dalam kehidupannya secara pribadi, hubungannya dengan sesama dan terlebih, relasinya dengan Tuhan sang pencipta serta usaha untuk menikmati hidup di dalam alam ciptaan-Nya dengan sukacita menurut peraturan-peraturan-Nya. Rumusan Osborne sangat menegaskan hal tersebut. Hikmat bertujuan untuk menggunakan ciptaan Allah dengan tepat dan untuk menikmati hidup sekarang di bawah pemeliharaan-Nya (Osborne, 2012, p. 283). Itu sebabnya Osborne mendefinisikan hikmat sebagai menghidupi kehidupan di dunia Allah dengan peraturan Allah. Osborne beralasan, pusat dari tulisan-tulisan hikmat bukanlah kehidupan sekuler melainkan mengusung tema takut akan Allah (Osborne, 2012, p. 283).”[6]
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan dalam beberapa kalimat sebagai berikut pertama, takut akan Allah merupakan ide utama yang terdapat dalam kitab Pengkhotbah, dan tujuannya adalah supaya ciptaan-Nya menghidupi ketetapan dan peraturan Allah. Kedua, dalam Kitab pengkhotbah mengajarkan suatu dasar bagi moral/etika, dan iman (Kristen). Ketiga, mengajarkan tentang peran manusia dalam kehidupan pribadinya, serta hubungannya dengan sesama manusia dan terlebih lagi hubungan pribadi dengan Tuhan yang disembahnya.
Teologi Hikmat Menurut Kitab Pengkhotbah
“Pertama, Hikmat mendorong keadilan dan belas kasihan berdasarkan karakter Allah sebagai Pencipta. Kedua, Hikmat bersifat gaya universal.”[7] Beranjak dari kebenaran ini kajian Teologi Hikmat yang terkandung di dalam Kitab Pengkhotbah menunjukkan beberapa tema/poin penting bagi pembaca sebagai berikut:
I. Allah
“Allah menjumpai kita dalam buku ini lewat tiga sifat-Nya yang utama: sebagai Pencipta, sebagai Pemegang Kuasa, dan sebagai Hikmat yang tidak terselami. Memang, bukan sebutan itu yang dipakai dalam kitab ini. Tapi ketiga sifat inilah yang bisa menjadi fokus pemikiran kita. Sebagai Pencipta Ia mengatur segala sesuatu. Kita diingatkan bahwa dunia milik-Nya ini mempunyai bentuk yang tegar, yang tidak bisa kita ubah sesuai kehendak kita, sebab: “Siapakah dapat meluruskan apa yang telah dibengkokan-Nya?” (7:13).[8] Segala sesuatu yang yang dilakukan Allah akan tetap ada untuk selamanya; itu tak dapat ditambah dan tak dapat dikurangi; Allah berbuat demikian, supaya manusia takut akan Dia (3: 14).
Jadi dapat dipahami bahwa Kitab Pengkhotbah mengajarkan tentang Allah sebagai otoritas tertinggi dalam memelihara seluruh ciptaan-Nya. Narator mengajarkan bahwa Allah adalah pribadi yang mahakuasa dan berdaulat. Semua nasib hidup manusia bergantung sepenuhnya pada kekuasaan dan otoritas Allah. Karena itu, manusia tidak mempunyai kuasa sama sekali untuk menentukan nasib hidup orang baik dan jahat (Pkh. 8: 10-17), “manusia tidak dapat menyelami segala pekerjaan Allah, yang dilakukan-Nya di bawah matahari. Bagamanapun juga manusia berlelah-lelah mencarinya, ia tidak akan menyelaminya. Walaupun orang yang berhikmat mengatakan, bahwa ia mengetahuinya, namun ia tidak dapat menyelaminya” (Pkh. 8: 17). Maka dari itu, dapat dipahami bahwa pekerjaan Allah tidak dapat diselami oleh manusia, orang berhikmat pun tidak. Jadi dalam narasi ini Narator memposisikan Allah sebagai otoritas tertinggi atas ciptaan-Nya, dan hanya Allahlah yang dapat menentukan nasib hidup manusia.
Penghkotbah 2: 24-26 Narator menyadari bahwa Sumber hikmat sejati Adalah Allah. Kepada orang yang dikenan-Nya Ia mengaruniakan hikmat, pengetahuan dan kesukaan (2: 26). Setiap orang dapat makan, minum dan menikmati, itu juga pemberian Allah (3: 14). Narator menyadari bahwa apa yang telah disebutkan dalam ayat-ayat diatas berasal dari Allah. Hal ini dapat dilihat dari ungkapan yang disampaikan oleh Narator sendiri dalam ayat 24b-26 jika diperhatikan dalam kedua ayat ini penulis mau menerangkan kepada pembaca bahwa apapun yang dipikiran oleh manusia baik dalam perkataan dan tindakan serta semua aktivitas yang dihasilkan dan didapat sewaktu hidup di bumi ini asalnya dari Allah semuanya. Kemudian selanjutnya pasal 3: 10-11, 13-15 menjelaskan bahwa Allahlah sumber utama yang memberikan pekerjaan kepada manusia, Allah membuat segala sesuatu indah pada waktunya. Bahkan di ayat 11 Narator mengemukakan bahwa Allah memberikan kekekalan dalam hati ciptaan-Nya. Namun demikian kadang-kadang manusia tidak dapat menyelami yang dilakukan Allah.
Narator menunjukkan bahwa Allah adalah sumber utama yang mengaruniakan kehidupan, kekayaan, dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima kebahagiaan, dan untuk bersukacita dalam jerih payah manusia, itu pun karunia Allah. Sebagai Pemegang Kuasa Allahlah pangkal dari segala frustrasi dalam hidup kita. Allahlah yang telah menetapkan lingkaran hidup manusia.
Hikmat itu adalah karakteristik Allah sendiri. Allah juga digambarkan “berhikmat”. Hikmat ini dikatakan bersifat ilahi karena ia milik Allah. Atribut atau hikmat Allah ini telah dianugerahkan kepada manusia, namun masih tetap ada di bawa kendalinya Allah. Meskipun manusia memiliki hikmat namun tidak dapat menyelami semua pekerjaan Allah.
Dari uraian diatas pembaca dapat memahami bahwa makna teologis yang terkandung di dalam kitab hikmat ini ialah bahwa Allah adalah Pencipta yang mahakuasa, pada saat yang sama Allah adalah pemilik atas alam semesta ini termasuk hikmat manusia. Hikmat diperlukan karena tanpa hikmat tidak ada seorang pun yang dapat membedakan antara yang baik dengan yang jahat, maka itu Allah sendiri memberikan hikmat kepada manusia untuk kepentingan hidup manusia yang lebih baik. Hikmat yang berasal dari Allah akan menuntun kehidupan manusia untuk menjaga karakter dan sikap hidup agar bisa hidup sesuai dengan kehendak Allah.
II. Takut Akan Allah
Kitab Pengkhotbah memperlihatkan bahwa dunia ini dipenuhi dengan berbagai macam kejahatan dan ketidakadilan, penindasan dan kekerasan. Karena itu kitab ini mendorong umat manusia agar takut akan Allah.
Dalam kitab Pengkhotbah, poin ini adalah salah satu tema besar yang akan dijumpai oleh setiap pembaca, Narator menyatakan dengan gamlang bahwa “Orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebab mereka takut terhadap hadirat-Nya” (Pkh. 8: 12b). frasa takut akan Allah merupakan tema terbesar dalam kitab Pengkhotbah, sehingga Penulis kerap kali menyatakan hubungan antara manusia dengan Allah dapat di realisasikan melalui kesadaran manusia akan kebergantungan hidup dari Allah, karena karena semua hal yang didapat manusia adalah kasih karunia Allah (5: 18a, 9: 9a).
Takutlah akan Allah (Pkh. 4: 17, 5: 6b) frase ini memiliki indikasi bahwa Narator hendak mendorong pembaca dan umat manusia untuk selalu (secara terus-menerus) tunduk dan hormat terhadap Allah sebagai Pencipta. Kitab Hikmat mengajarkan kepada manusia untuk patuh terhadap raja (8: 2-4) kepatuhan terhadap raja manusia adalah sebagai wujud bahwa kita mematuhi raja yang lebih tinggi dari manusia yaitu Kristus sebagai Raja Agung.
Akhir kata dari semua hikmat yang telah dijabarkan dalam kitab Pengkhotbah, dapat dipahami bahwa “takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang” (Pkh. 12: 13). (7: 17) di ayat sebelumnya (7: 16) ini Narator menegaskan bahwa janganlah terlalu saleh, dan janganlah perilakumu terlalu berhikmat; karena orang yang takut akan Allah luput dari kedua-duanya (7: 18) kemudian selanjutnya (8: 12) dikatakan bahwa “Orang yang takut akan Allah akan beroleh kebahagiaan, sebeb mereka takut terhadap hadirat-Nya”.
Nasihat bagi pemuda dan pemudi yang ditulis pada ayat 11: 9-10 memperlihatkan bahwa, semua kesenangan, perbuatan-perbuatan baik dan jahat yang dilakukan selama masih muda memiliki pengaruhnya di masa yang akan datang. Semua perbuatan itu akan dipertanggung jawabkan pada hari penghakiman, karena itu di akhir kata Narator menegaskan supaya kita sebagai ciptaan Allah harus hidup takut akan Allah dan memegang seluruh perintah-perintah-Nya dengan baik (12: 13).
Jadi dapat dipahami bahwa takut akan Allah adalah kehendak Allah bagi ciptaan-Nya (manusia). Allah memperkenalkan kemahakuasaanNya melalui hikmat, karena Allah sendiri menghendaki agar umat-Nya dapat mengikuti kehendak-Nya, yaitu dengan mempraktekan firman-Nya dalam aktivitas sehari-hari (Pkh. 12: 1). Allah mau supaya ciptaan-Nya mengikuti seluruh ketetapan Allah dan hidup di dalam kebenaran-Nya. Karena pada prinsipnya Allah sebagai Bapa, Ia menghedaki ciptaa-Nya taat pada firman-Nya. Karena itu ciptaan-Nya harus takluk kepada otoritas dan kehendak Allah.
III. Kebebasan Allah dan Batas-Batas Hikmat
Ada dua penekanan menurut Bukunya W.S Lasor D.A Hubbard, F.W. Bush “Pertama, manusia terbatas sebab Allah telah menentukan peristiwa –peristiwa dalam kehidupannya. Jadi manusia tidak dapat mengubah jalan sejarah: (Pkh. 1: 15) dan (Pkh. 7: 13). Kedua, manusia terbatas oleh ketidakmampuan untuk mendalami rencana Allah. Ia mungkin mengerti, kata qohelet, bahwa kehidupannya ditentukan oleh kuasa Allah, tetapi ia tidak dapat mengerti mengenai bagaimana dan mengapa. Hal ini khususnya menganggu orang-orang bijak Israel, yang berusaha mencari waktu yang tepat dari tiap keadaan dalam kehidupan. (Pkh. 3: 11).”[9] Poin ini merupakan salah satu tema besar yang dapat dibaca oleh semua orang dalam kitab pengkhotbah. Kitab pengkhotbah sangat menekankan bahwa manusia sangat terbatas hikmatnya untuk memahami segala sesuatu yang sudah terjadi, sedang terjadi bahkan yang akan terjadi. Sebagaimana dijelaskan dalam beberapa ayat-ayat berikut ini:
· Karena itu ayat Pkh. 9: 12 dikatakan bahwa “manusia tidak mengetahui waktunya”
· 9: 1 Manusia tidak tahu apa pun yang dihadapinya
· 8: 1-17 Manusia (orang berhikmat) tidak dapat menyelami segala pekerjaan Allah,
· 9: 12 Manusia tidak mengetahui waktunya
· 10: 20 Manusia terbatas dalam jangkauan Allah
· Pkh. 11: 5-6 Engkau tidak tahu mana yang akan berhasil.
· 11: 5 Engkau tidak mengetahui jalan angin, engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah
Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa Hikmat yang ada pada Allah tidak terbatas adanya, dalam keadaan-Nya yang tidak terbatas, namun ciptaan yang terbatas dapat mengenal-Nya karena ada hikmat dan pengertian dikaruniakan kepada ciptaan-Nya. Karena itu semua manusia yang hendak mendekati Allah, tentu mereka dapat mengenal-Nya karena Allah adalah pribadi yang dapat dikenal oleh ciptaan melalui hikmat dan pengertian yang dikaruniakan kepada manusia. Kitab Hikmat (Pengkhotbah) “Hikmat mendorong keadilan dan belas kasihan berdasarkan karakter Allah sebagai Pencipta.”[10] Narator sedang mengajarkan bahwa hidup tanpa Allah tidak ada artinya atau sia-sia belaka. Karena penulis berpandangan bahwa karena dalam kehidupan banyak hal yang tidak dapat dipahamai sepenuhnya, kita harus hidup dengan iman, bukan dengan penglihatan. Maka itu manusia tidak punya hak untuk menentang pekerjaan yang dikendalikan oleh Allah.
Hikmat manusia terbatas (7: 13-14) Dalam kitab ini dibedakan antara hikmat manusia dengan hikmat Allah. Hikmat manusia terbatas karena manusia tidak mengetahui apa pun yang dihadapinya (6: 11b; 9: 9) maksudnya ialah hikmat manusia tidak mampu menjangkau apa pun yang akan terjadi hari berikutnya. Hikmat manusia terbatas karena saat manusia mati hikmatnya juga akan ikut binasa Kebenaran ini dapat dibaca dalam 9: 12 “Manusia tidak mengetahui waktunya”. Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa manusia terbatas secara hikmat dan pengetahuannya.
Dari pengajaran ayat-ayat diatas pembaca dapat memahami bahwa manusia tidak mampu menyelami pekerjaan Allah. Karena Allah berada di luar jangkauan pikiran dan pengetahua n manusia. Implikasi teologisnya adalah bahwa orang-orang percaya beroleh hikmat dan mengenal Allah yang tidak terbatas merupakan buah atau hasil dari kasih karunia Allah semata, manusia dapat mengenal Allah yang tidak terbatas namun tidak sepenuhnya Allah dapat dikenal oleh ciptaan-Nya. Karena bagaimana pun Allah tetap berada di atas kemampuan hikmat dan pengetahuan manusia.
IV. Akhir Hidup (Maut)
Tidak ada seorang pun berkuasa menahan angin dan tidak ada seorang pun berkuasa atas hari kematian (8: 8a). (9: 5a) Orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati.
Dalam kitab hikmat, Narator memperlihatkan bahwa pada dasarnya nasib hidup semua manusia sama (Pkh. 9: 1-12). Dalam arti semua manusia (orang baik dan orang jahat) suatu saat pasti akan mati. Kitab Hikmat ini memberikan pengajaran kepada pembaca bahwa orang berhikmat dan orang bodoh akan mengalami kematian hidup. “Pkh. 2: 14, 16 nasip yang sama menimpa mereka semua. (ay 16) orang yang berhikmat mati juga seperti orang yang bodoh.” Sebagaiman yang disebutkan dalam Pkh. 3: 19-22 Nasib manusia sama dengan nasib binatang, kedua-duanya menuju satu tempat yang sama. Pkh. 4: 2-3 Orang-orang mati, yang sudah lama meninggal, lebih bahagia dari pada orang-orang hidup, tetapi yang lebih bahagia dari pada kedua-duanya itu kuanggap orang yang belum ada. Pkh 8: 8 tidak ada seorang pun berkuasa menahan hari kematian (Pkh. 5: 15).
Pkh 9: 10 tidak ada hikmat dalam dunia orang mati, ayat ini mengindikasikan bahwa hikmat akan berakhir saat manusia pergi meninggalkan dunia ini, karena itu Narator menegaskan bahwa tidak ada hikmat di dunia orang mati.
V. Umat Manusia
Peran hikmat dalam moralitas hidup manusia sangat ditekankan dalam kitab ini. Kitab pengkhotbah mengajarkan arti hidup manusia yang sesungguhnya. Setiap jerih paya manusia dan harta benda yang didapat oleh manusia di muka bumi ini merupakan hasil dari kehendak dan kasih karunia Allah semata. Karena itu manusia tidak punya wewenang untuk membanggakan dirinya. (Pkh. 5: 18) “Setiap orang yang dikarunia Allah kekayaan dan harta benda dan kuasa untuk menikmatinya, untuk menerima bahagiannya, dan untuk bersukacita dalam jerih payahnya-juga itu pun karunia Allah”. Dari ayat ini pembaca dapat memahami bahwa umat manusia hanyalah penikmat bukan sumber, tidak ada manusia yang terlepas dari jangkauannya Tuhan. Karena Allah sebagai pemilik atas kehidupan manusia, Ia mampu menjangkau semua ciptaan-Nya. Karena itu Narator hendak menekankan bahwa segala kekayaan dan herta benda merupakan berkat dan karunia Allah.
Ayat ini (Pkh. 6: 2) memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sering melintas di kehidupan umat manusia, kadang-kadang manusia bingung untuk menemukan jawaban mengapa Allah membiarkan orang lain menikmati hasil usaha yang dikerjakan dengan jerih paya. Di dalam kitab Pengkhotbah Narator memberikan banyak pengajaran mengenai persoalan-persoalan hidup manusia, manusia dengan sesamanya dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Misalnya seperti yang disebutkan di dalam ayat-ayat berikut ini:
Ketidakadilan dalam hidup 3: 6-22. “Pengkhotbah Pasal 3: 16-4: 6 hidup ini adalah ketidakadilan, penindasan dan kecemburuan. Penulis memperhatikan kenyataan yang ironis, bahwa justru di tempat pengadilan, terjadi hal-hal yang jahat. Di dalam PL, misypat, “keadilan” merupakan parallel dari tsedeq, “kebenaran”. Tuhan itu adil dan benar, hukum-hukum-Nya pun adil dan benar. Manusia yang berkenan kepada Tuhan adalah manusia yang berkelakukan adil dan benar.[11] “fakta, segala sesuatu di dunia adalah musiman, menjanjikan kepada kita bahwa suatu saat kelak akan berakhir masa kejahatan dan ketidakadilan yang berkepanjangan itu. Ini menguatkan keyakinan moral murni bahwa Allah menghendaki keadilan, dengan pikiran, untuk mana, seperti untuk segala hal, Ia sudah menentukan waktunya yang tepat.”[12]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa dalam pengajaran teologi hikmat, Allah selalu bertindak adil dalam ketidak adilan manusia. Pekerjaan dan rencana Allah sulit dipahami oleh umat manusia, karena manusia terbatas dengan pikiran dan pengetahuannya. Maka itu, manusi yang terbatas harus bergantung penuh kepada Allah yang tidak terbatas. Manusia selalu berlaku tidak adil dan tidak jujur, tetapi Allah selalu bertindak dengan adil dan benar.
PENERAPAN
Hikmat yang diperoleh orang-orang Kristen merupakan pemberian Allah. Karena itu orang-orang Kristen patut merendahkan diri dibawa kemahakuasaan Allah. Karena pada prinsipnya Allahlah yang harus dibanggakan. Semua hikmat yang ada pada manusia adalah berasal dari Allah, dan hikmat manusia bersifat sementara maka itu setiap orang Kristen harus mengucap syukur dengan semua keadaan baik atau buruk. Karena mengeluh dan memberontak terhadap Allah justru akan menambah musibah dan persoalan bagi diri sendiri. Mengeluh terhadap Allah tidak akan menyelesaikan masalah yang ada, maka itu melalui kitab Pengkhotbah kita diajarkan untuk mengucap syukur dengan semua keadaan yang menimpah atas kehidupan kita.
Sebagai orang-orang Kristen, prioritas utama adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya TUHAN dan Pencipta atas alam semesta beserta seluruh isinya. Pada saat yang sama tujuan utama Allah membiarkan kita hidup adalah untuk melakukan kehendak dan seluruh perintah-Nya. Ketidaktahuan dan keterbatasan manusia, mengajarkan kita untuk mengandalkan Allah yang tidak terbatas. Karena itu, kitab pengkhotbah mengajarkan kita untuk bersandar pada Allah dalam situasi apapun.
Kitab pengkhotbah mengajarkan kita untuk berlaku adil terhadap semua orang, tidak boleh memandang muka, tidak boleh pilih kasih antar sesama manusia. Meskipun orang lain memerlakukan kita tidak adil. Tetapi sebagai orang-orang Kristen, kita diajar untuk tetap bertindak bijaksana dalam menegakan keadilan dan kebenaran bagi semua orang tanpa memandang ras, etnis, dan agama. Karena pada dasarnya Allah adalah adil dan benar, maka itu kita juga harus miliki karakter seperti Allah dan menerapkannya dalam kehidupan kita.
Kemudian yang berikut, kita sebagai orang-orang Kristen harus memiliki sikap takut akan Allah, artinya bahwa kita harus tunduk pada otoritas Allah, pada saat yang sama kita juga harus menjauhi dari dosa atau menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa membuat kita jatuh ke dalam dosa. Karena dosa mengudang murka Allah dan umur pendek.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari makalah ini ialah sebagai berikut:
1. Dari pemaparan makalah ini dapat ditarik kesimpulannya bahwa ciri sastra hikmat orang Ibrani paling tidak menyangkut spesifikasi berikut ini: 1) Memimpin pada hidup yang Takut akan Tuhan; 2) Mendorong untuk tetap di dalam Tuhan; 3) Menekankan pentingnya ketaatan; 4) Memberikan nilai-nilai kebenaran; 5) Memaparkan solusi solusi praktis dalam menjalani hidup; 6) Mendorong untuk menjadi orang baik dan menjauhi kejahatan; 7) Menekankan bahwa hikmat yang utama adalah dari Tuhan; 8) Mengarahkan pada kehidupan sosial yang baik; 9) Membangkitkan kesadaran bahwa Tuhan adalah pencipta segalanya.
2. Allah sebagai Pencipta, sebagai Pemegang Kuasa, dan sebagai Hikmat yang tidak terselami. Memang, bukan sebutan itu yang dipakai dalam kitab ini. Tapi ketiga sifat inilah yang bisa menjadi fokus pemikiran dalam sepanjang pasal kitab Pengkhotbah. Sebagai Pencipta Ia mengatur segala sesuatu. Kita diingatkan bahwa dunia milik-Nya ini mempunyai bentuk yang tegar, yang tidak bisa kita ubah sesuai kehendak kita, sebab: “Siapakah dapat meluruskan apa yang telah dibengkokan-Nya?” (7:13).
3. Takut akan Allah merupakan ide utama yang terkandung di dalam teologi Hikmat. Teologi hikmat mengajarkan bahwa takut akan Allah merupakan bagian dari kasih karunia Allah, oleh karena kasih karunia Allah sehingga ia memberikan roh ketakutan dan rasa hormat kepada Allah. Ini juga yang mejadi kesimpulan di akhir kata pasal 12.
4. Jadi dengan mengetahui hikmat, manusia dapat mengetahui sesuatu tentang Allah, yang dilihat dalam cermin tak bernoda. Teka teki dan pelesetan merupakan bentuk permainan, sejenis permainan teka-teki itu dan yang lain harus mencari maknanya. Permainan ini berakar pada kejenakan ilahi yang menyembunyikan hikmat di dalam ciptaan.
KEPUSTAKAAN
Alkitab
Teks Alkitab Terjmahan Baru (Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia, 1974).
Buku
Guthrie Donald. Teologi Perjanjian Baru I. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Lefebure Leo D. Penyataan Allah, Agama, dan Kekerasan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Bullock C. Hassel. Kitab-Kitab Puisi Dalam Perjanjian Lama. Malang: Gandum Mas, 2014.
Diktat, Brake Andre, Ibrani. Makassar: STFT Makassar, 2020.
F. W. Bush, D.A Hubard, W.S Lassor. Pengantar Perjanjian Lama II, Sastra dan Nubuat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994.
Singgih Emnuel Gerrit. Hidup Di Bawah Bayang-Bayang-Sebuah Tafsiran Kitab Pengkhotbah. Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2001.
Kidner Derek, Pengkhotbah –Hikmat Mengatasi Kebodohan Seperti Terang Mengatasi Kegelapan. Jakarta: Yayasan Bina Kasih, 2011.
[1] Sonny Eli Zaluchu , Pola Hermenetik Sastra Hikmat Orang Ibrani, Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat , 23. Volume 3, Nomor 1, Januari 2019: 21-29.
[9]W. A. Lasor, D.A. Hubbard dan F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama 2 (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015),158-159.
Tidak ada komentar