EKSIGESIS IMAMAT 7:28-38
Analisis Imamat 7:28-38
Mulai dari pasal 6:8-7:28-38 adalah penjelasan tentang
peraturan-peraturan lebih terperinci mengenai berbagai persembahan korban keselamatan yang
harus dilakuan oleh bani Israel, dan juga
tanggung jawab imam dalam mempersembahkan korban keselamatan kepada Tuhan (Im. 7:29-30) hukum-hukum ini sudah di mulai di atas gunung Sinai setelah bangsa
Israel keluar dari negeri Mesir, pada hari Tuhan Allah memerintahkan Musa untuk menyampaikan peraturan-peraturan mengenai korban keselamatan kepada bani Israel agar dapat mempersembahkan korban persembahan
mereka kepada Tuhan di padang gurun Sinai (7:38 ; Lih. Kel.29:1-39).
pasal tujuh ( 29-36)
ini mengulas tentang hukum-hukum
yang berkenan dengan kurban keselamatan
yang diberikan mulai 3:1-17. hingga 7:11-21.
Tetapi, di sini hukum tersebut disajikan
dengan lebih terperinci. Teks Imamat 7:29-36 terlihat jelas tentang peraturan-peraturan untuk mempersembahkan
kurban keselamatan. Kurban keselamatan dapat dipersembahkan sebagai ucapan syukur, toda, atau sebagai hasil dari nazar, neder, atau sebagai tindakan persembahan sukarela voluntery, nedaba. Persembahan toda, harus dimakan habis pada hari di adakan persembahan, tetapi
persembahan neder, dan nedaba, diizinkan untuk tidak dimakan
seluruhnya dan baru dihabiskan pada hari kedua. Setiap sisa yang ada sesudah
itu harus dibakar habis. Penjelsan selanjutnya mengenai orang yang
mempersembahkan korban haruslah membawa sendiri korban keselamatan itu ke mezbah.
Bagian yang menjadi unjukan persembahan, tenupa,
diangkat dan ditunjukan ke arah mezbah dan kemudian disingkirkan dari
mezbah untuk diserahkan kepada imam. Ayat-ayat selanjutnya (30-34) mengisahkan
tentang bagian-bagian dari persembahan kurban keselamatan yang harus disisihkan
untuk para imam.[1]
Kata “keselamatan”
berasal dari kata ‘wym'l'v[2]. syelama kata Ibraninya ialah zebah
shelamin yang mungkin lebih baik diterjehmakan menjadi
“kurban kesatuan atau kelengkapan.”
Kelengkapan berarti hubungan yang erat
atau persekutuan erat antara Allah
dengan manusia.[3]
Secara ritual kurban ini mempunyai banyak kesamaan dengan kurban
bakaran (ps. 1) kecuali bahwa kalau
dalam kurban bakaran persembahannya dibakar semua, dalam kurban keselamatan orang
yang mempersembahkan ikut makan sisa
kurban yang dipersembahkan imam. Di dalam persembahan kurban lainnya seperti sajian, penghapus dosa dan penebus salah hanya imam yang boleh makan
sisa hewan yang dipersembahkan (lih.2:11-38). Sedangkan kata “persembahan”
dalam bahasa aslinya adalah qorban, yang
berasal dari kata qrb, “menghampiri.” Dengan persembahan orang mendekat kepada Allah. Orang membawa sesuatu untuk mempersiapkan dirinya memasuki
hadirat Allah. Mengenai apa yang dipersembahkan tersebut disajikan dalam pasal
1 hingga 7.
Berikut adalah orang
yang mempersembahkan korban haruslah membawa korban keselamatan itu (ay.28-29).
Di sini Tuhan secara eksplisit perintahkan
kepada Musa mengenai apa yang
harus dilakukan oleh orang Israel, adapun orang yang memberikan persembahan
harus membawa sendiri korbannya ke
mezbah. Bagian yang menjadi persembahan unjukan, hp'ÞWnT. tittenu,
diangkat
dan ditunjukan ke arah mezbah dan kemudian disingkirkan dari mezbah untuk
diserahkan kepada imam. Pada prinsipnya bahwa yang memberikan persembahan
(bdg.ps.13:14) maupun yang dipersembahkan tidak boleh cemar atau
tercela. Persembahan tersebut disajikan
agar orang yang mempersembahkan
dan yang dipersembahkan dapat diterima oleh Allah. Mengeapa harus demikian,
karena bila daging itu kena keapda sesuatu yang najis atau dimakan oleh orang yang najis. Hal
yang menjadikan seseorang itu najis dibahas
di dalam bagian hukum-hukum
kesucian, pasal 11-1.
Peraturan tentang lemak
hanya berkaitan dengan lemak dari hewan-hewan yang dikurbankan yang dikhususkan
untuk dipersembahkan kepada Allah. Peraturan ini juga berlaku bagi lemak dari hewan-hewan yang dinyatakan tidak
layak untuk dikurbankan sebab sudah mati dengan cara yang alamiah atau telah
dibunuh oleh hewan yang lain.
Penjelasan firman Tuhan
dalam Imamat 7:28-38 merupakan peraturan
mengenai korban yang ditetapkan Allah agar dilakukan bangsa Israel yang telah
dimulai dari pasal 1. Dimana Allah memerintahkan kepada bangsa Israel agar mempersembahakan
korban kepada Allah setelah mereka keluar dari tanah Mesir. Bagian ini dapat
kita sebut sebagai “Tata Upacara Korban.” Tata upacara korban ini menjadi pegangan umat
Israel dalam ibadah yang diselenggarakan dalam bait Allah. Ketika kita membaca
kitab Imamat dari pasal 1-7:27 kita akan menemukan ada lima jenis kurban atau
persembahan, yang ditetapkan sebagai bagian dari bentuk penyembahan bersama dan
pribadi kepada Allah yang meliputi: Korban bakaran, korban sajian (makanan,
biji-bijian atau tepung), korban keselamatan (persekutuan atau pendamaian),
korban penghapus dosa dan korban penebus salah.[4]
Selanjutnya dalam Imamat 7:28:38 menegaskan kembali kepada bangsa Israel bagaimana
mereka harus membawa korban keselamatan kepada TUHAN dan mengenai hak dan
peranan imam dalam mempersembahkan korban keselamatan yang dibawa oleh umat (Im.
7:29-30).
Dalam
konteks Perjanjian Lama tidak ditemukan kata umum untuk “korban” kecuali qorban
yang jarang digunakan yang artinya “yang dibawa mendekat”, yang secara
praktis terbatas pada susastra keimaman. Ada banyak kata korban yang digunakan,
tetapi melukiskan macam-macam korban tertentu yang juga berasal dari bentuk
kata korban seperti zevakh (korban),
‘yang disembelih’ (zavakh), dan ‘ola (korban bakaran), asham (korban penebus salah), dan khattat (korban penghapus dosa), shelem (korban keselamatan).[5] Melalui
pegertian tersebut, kita dapat menyimpulkan
bahwa korban merupakan sesuatu yang
dibawa mendekat kepada seseorang yang berhak untuk menerimanya. Tentulah yang
berhak menerima korban persembahan dari umat Israel adalah Allah. Karena umat
Allah penuh dengan dosa dan selalu berbuat dosa, maka mereka memerlukan pendamaian
atau penyucian dosa, dan cara untuk mendamaikan atau menyucikan dosa umat Allah
adalah dengan mempersembahkan “korban” kepada Allah.
Pada umumnya dalam
Perjanjian Lama hewan dijadikan korban persembahan kepada Allah. Namun tidak
sembarang hewan yang dapat dipersembahkan kepada Allah. Ketika umat Allah akan
membawa persembahan berupa hewan korban, mereka harus membawa hewan-hewan yang
terbaik: gemuk atau tambun, sehat dan tidak bercacat, karena Tuhan mau dan
menyukai persembahan yang terbaik (Im. 1:2-2; 22:20). Allah menuntut
persembahan “korban hewan” agar umat manusia dapat memperoleh pengampunan atas
dosa-dosa mereka (Im. 4:35; 5:10). Hal ini telah dimulai sejak manusia pertama
yaitu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa. Dimana Allah mengorbankan hewan untuk
menyediakan pakaian bagi mereka (Kej. 3:21), kisah Kain dan Habel (Kej. 4:4-5),
Kisah Nuh (Kej. 8:20-21), dan juga kisah Abraham ketika ia hendak
mempersembahkan Ishak anak satu-satunya kepada Allah (Kej. 22:10-13). Selain
umat Israel harus mempersebahkan korban persembahan yang terbaik bagi Allah,
ada satu peraturan yang ditetapkan Allah bagi umat Israel yaitu yang berhak
mempersembahkan korban kepada Allah haruslah seorang imam. Umat Israel tidak
boleh secara langsung mempersembahkan korban kepada Allah. Mengapa demikian? Jawabannya
adalah karena imam adalah perantara antara Allah dan umat-Nya. Allah memilih
dan memberikan tugas kepada para imam untuk mempersembahkan korban kepada
Allah, berdoa untuk rakyat dan memberkati rakyat atas nama Allah dengan memakai
perkataan-perkataan seperti: “TUHAN
memberkati engkau dan melindungi engkau; TUHAN menyinari engkau dengan
wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia; TUHAN menghadapkan wajah-Nya
kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera” (Bil. 6:24-26). Imam harus
mempunyai kehidupan yang berkenan kepada Allah, mereka harus menjaga kekudusan
dan kesucian hidup (Im. 21; 22:1-26).[6] Yang menjabat sebagai imam pun tidak sembarang
orang, mereka adalah orang-orang yang berasal dari suku Lewi. Hal ini
dikarenakan umat Israel pernah berbuat dosa dan menyembah anak lembu emas.
Tetapi suku Lewi mereka tetap menyembah Tuhan. Oleh karena itu mereka dipilih
dan diangkat oleh Allah menempati kedudukan sebagai imam untuk ibadat di
hadapan Tuhan (Kel. 32:26-29; 13:2; Bil. 3:12). Korban persembahan yang
dipersembahkan kepada Allah, membawa pengampunan bagi dosa umat, dan juga
merupakan bentuk ungkapan syukur kepada Allah.
Imam dalam perjanjian lama membawa kita untuk
melihat peran Yesus Kristus sebagai Imam dalam Perjanjian Baru. Sebagaiaman
kita ketahui dalam Kitab Suci, Yesus Kristus adalah Imam Besar Agung yang telah
datang ke dalam dunia dan mempersembahkan tubuh-Nya sendiri untuk menebus dosa
umat manusia, sehingga hubungan antara manusia dan Allah yang terputus dapat
dipulihkan kembali (Ibr. 4:14; 6:20). Tentunya status Yesus Kristus sebagai
Imam Besar yang menjadi pendamai antara Allah dan manusia tidak dapat disamakan
dengan imam dalam Perjanjian Lama. Jika dalam Perjanjian Lama setiap imam
mempersembahkan kurban persembahan (hewan kurban) kepada Allah untuk dosanya
sendiri dan kemudian untuk dosa umat, bukan dengan darahnya sendiri dan hal itu
dilakukan berulang-ulang kali (Ibr. 7:27; 9:25), sangat berbeda dengan Yesus
Kristus sebagai Imam Besar Agung yang mempersembahkan tubuh-Nya sendiri sebagai
kurban untuk pendamaian dosa umat manusia, dengan darah-Nya sendiri dan hal itu
dilakukan sekali untuk selamanya (Ibr. 9:25). Ia yang di panggil untuk menjadi
Imam Besar telah merelakan diri-Nya untuk turut merasakan kelemahan-kelemahan
kita, ia dicobai bahkan menderita bagi kita padahal Ia sendiri tidak berdosa
(Ibr. 4:15), semuanya itu dilakukan-Nya agar kita dibebaskan dari kuasa dosa
yang memperbudak kita, sehingga kita dapat menghampiri takhta Allah untuk
menyembah Dia.
Imamat 7:28-38 berbicara
tentang ketetapan yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel mengenai
persembahan kurban. Di mana Allah menegaskan kembali hak imam dalam persembahan
korban keselamatan yang di bawa oleh umat, bagaimana bangsa Israel harus
mempersembahkan korban keselamatan kepada TUHAN dan apa yang menjadi hak dan
kewajiban para imam dalam mempersembahkan korban keselamatan kepada Tuhan. Kata “korban keselamatan” sendiri berasal
dari kata שׁלם, yang penggunaannya sudah seringkali diulangi dalam kitab Imamat
selain dari pasal 7 (Im. 3:, 3, 9; 4:10, 26, 31, 35; 6:12). Dalam konteks ini, tujuan utama dari korban
keselamatan adalah untuk menerima berkat Allah.[7] Korban
keselamatan itu meliputi lembu jantan atau lembu betina, yang semuanya itu
haruslah tidak bercacat atau tidak bercela (Im. 3:1-17). Namun jika si pemberi
tidak sanggup menyediakan hewan dari lembu sapi, seekor jantan atau betina dari
kambing domba diperbolehkan. Dan ketika hewan itu dibawa ke Kemah Suci, orang
yang mempersembahkannya harus meletakan tangannya di atas kepala hewan kurban
itu, yang melambangkan pemberian.[8] Adapun
ciri-ciri unik dari korban keselamatan adalah bahwa si pembawa persembahan itu
bersama dengan keluarganya dan sahabat-shabtanya diperbolehkan memakan sebagian
dari daging kurban itu. Perlu diketahui
bahwa dalam mempersembahkan korban keselamatan bagi Tuhan, lemak dari hewan
kurban tersebut itu adalah untuk Tuhan
dan dibakar di atas mezbah, dada dan pahanya diberikan kepada para imam
(7:28-34), dan sisanya dimakan oleh pembawa persembahan bersama dengan keluarga
dan sahabat-sahabatnya pada hari itu juga, atau pada hari berikutnya (7:15-17).
Adapun korban keselamatan terbagi dalam tiga
bagian yaitu: (1) korban syukur yang dipersembahkan sebagai tanggapan atas
suatu berkat khusus (7:12-15). (2) Korban nazar, yang dipersembahkan setelah
masa kesukaran yang hebat menyebabkan si pembawa persembahan itu mengucapkan
suatu nazar. (3) Korban sukarela, yang dipersembahkan sebagai ungkapan rasa
terima kasih Allah tanpa memfokus pada suatu berkat khusus (7:16-18). Korban keselamatan tersebut melambangkan korban
persekutuan yang dipersembahkan kepada Allah agar manusia bisa bersekutu degan
Dia dan mengungkapkan rasa syukur atau bernazar, citra persahabatan antara
Allah dan Israel. Ada damai dan persekutuan antara umat dengan Allah dan antara
umat dengan umat.[9]
Dalam ayat 29-31a Tuhan
memerintahkan kepada bangsa Israel untuk membawa sendiri dengan tangannya
sebagian dari korban persembahannya kepada Tuhan, sebelum korban tersebut
diserahkan kepada imam untuk dipersembahkan. Di sini kita dapat melihat bahwa
ada sedikit perbedaan dari kurban-kurban maha-kudus yang dipersembahkan
sebelumnya (Im. 6:8-7:10), di mana dalam mempersembahkan korban tersebut hanya
dilakukan oleh mereka yang memegang jabatan sebagai imam. Dalam bagian ini,
kita dapat melihat bahwa Allah juga melibatkan umat Israel secara keseluruhan
(orang-orang awam) untuk membawa korban persembahan kepada Tuhan (ay. 29-30).
Oleh karena mereka yang bukan imam tidak boleh meletakan persembahan di atas
mezbah, maka mereka diikutsertakan secara terbatas secara terbatas dalam
persembahan-persembahan yang tidak termasuk persembahan maha kudus. Dengan
tangan sendiri, seorang membawa korban keselamatannya kepada Allah. Kata
“membawa” berasal dari kata בוא (bow’) yang artinya korban tersebut harus di
bawa ke pelataran luar dari kemah suci, sebab dalam korban keselamatan, ternak
disembelih di luar pelataran itu (Kel.3:2). Sedangkan kata “persembahan”
menunjuk kepada darah, lemak dan juga bagian-bagian yang diberikan kepada imam.
Darah hewan korban tersebut disiramkan pada mezbah sekelilingnya, dan lemak sebagai
yang terbaik tetap menjadi bagian Tuhan, sehingga dibakar sampai habis di atas
mezbah oleh imam bagian ini disebut korban api-apian yang aroma keharumannya
akan menyenangkan Tuhan.
Allah memerintahkan agar dada dari korban yang
dibawa tersebut harus diunjukan sebagai persembahan unjukan di hadapan TUHAN
(ay. 30b). Kata ”persembahan unjukan” berasal dari kata hp'ÞWnT [10]. tenupah.
Kata ini dapat diartikan sebagai “korban yang dilambaikan” Artinya dada dari
korban tersebut dilambaikan mondar-mandir di depan mezbah dalam tangan imam.[11] Persembahan
ini diunjuk di hadapan Allah sebagai tanda penyerahan kepada Allah dan kemudian
diunjukkan kepada pembawa korban atau imam, yang menjadi petunjuk bahwa Tuhan
kini memberikan persembahan itu untuk mereka pergunakan.[12] Dari
penjelasan ayat 28-31a kita dapat memahami bahwa untuk mempersembahkan sesuatu
kepada Allah, kita tidak boleh melakukannya dengan sembarangan. Dan juga apa pun
yang kita persembahkan atau berikan kepada Allah haruslah yang terbaik.
Misalnya dalam bagian ini kita melihat bahwa Allah memerintahkan kepada Umat
Israel bahwa yang dipersembahkan adalah lemak. Lemak merupakan bagian yang
terbaik yang ada dalam tubuh hewan dan lemak itu juga merupakan yang
tersembunyi, tidak berdosa atau cacat. Allah mau setiap persembahan yang kita
berikan kepada Allah adalah yang terbaik, yang paling berharga dari yang kita
punya. Tuhan mau kita bukan hanya mempersembahkan apa yang kita hasilkan tapi
proses yng kita lalui. Bukan hanya uang yang Allah mau sebagai persembahan yang
terbaik yang kita berikan kepada-Nya, tetapi pekerjaan yang kita lakukan harus
dikerjakan dengan kesungguhan hati dan ucapan syukur kepada itu bahkan yang
terpenting adalah tubuh kita yang kita berikan kepada Tuhan untuk memuliakan
nama-nya baik itu leat pikiran, perkataan bahkan perbuatan kita (Rom. 12:1).
Selanjutnya dalam ayat
31b-34 mengisahkan tentang bagian-bagian dari persembahan kurban keselamatan
yang harus disisihkan untuk para imam. Di ayat 31b dikatakan bahwa dada dari
kurban persembahan itu adalah milik Harun dan anak-anaknya. Kita tahu bersama bahwa
Harun adalah salah satu imam dalam bangsa Israel, ia berhak untu memperoleh
dada kurban persembahan tersebut. Selanjutnya dikatakan bahwa “Paha kanannya harus kamu serahkan kepada
imam sebagai persembahan khusus dari segala korban keselamatanmu.(ay. 32)”.
Kata serahkan berasal dari kata WnðT.T[13]i tittenu
yang artinya memberi, memberikan, hiba, mencurahkan, mentahbiskan.
Kalimat ini merupakan bentuk kalimat perintah kepada bangsa Israel. Di mana Tuhan memberikan perintah kepada umat Israel agar paha kanan dari korban
persembahan tersebut diberikan kepada imam sebagai persembahan khusus. Maksud persembahan
khusus adalah paha kanan menjadi bagian imam yang bertugas, dan dada menjadi
bagian semua imam yang berada di Kemah Suci (bnd. 7:14).[14]
Dada kurban persembahan yang sebelumnya ditunjukan di mezba, hanya sebagai tanda
bahwa bagian tersebut diserahkan kepada Tuhan. Dan kemudian dada kurban
persembahan itu diberikan kepada imam untuk menjadi milik mereka.
Melihat syarat dan
bagaimana korban keselamatan
tersebut dipersembahkan kepada Tuhan maka
kita dapat mengerti bahwa ada bagian yang harus dilakukan
oleh bangsa Israel sebagai orang yang membawa korban dan bagian yang harus dilakukan oleh
para imam serta hak-hak yang harus mereka terima.
Pada dasarnya korban yang
dipersembahkan untuk diserahkan kepada
Tuhan tidak boleh cemar
atau tercela tetapi harus sesuai
dengan ketentuan dan ketetapan Tuhan (bdg.ps.13:14) demikian juga imam yang
perannya sebagai mempersembahkan korban keselamatan bagi umat Israel harus hidup tidak bercela di hadapan Tuhan. Dengan
demikian, maka persembahan yang
dipersembahkan kepada Tuhan akan
berkenan dan diterima di hadapan Allah.
Profil penulis
Mahasiswa Jaffray Bible Seminary, angkatan 2013. Konsentrasi Teologi (tertarik mendalami Perjanjian Lama). Thanks sudah membaca artikel ini Tuhan Yesus Memberkati
[3] Ibid,
[6] Dr. F. L Bakker, Sejarah Kerajaan Allah (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2004), 363.
[7] Ibid, 179.
[8] Gary Edward Schittjel, The Torah Story (Malang: Gandum Mas,
2015), 327.
[14] Pdt. Dr. Robert. M. Paterson, Tafsiran Alkitab Kitab Imamat (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), 10
9.
Tidak ada komentar